Memanjakan Pancing Di Lhok Mata Ie
Memancing kian nikmat saja, hobi lama yang bersemi kembali ini, membuat saya dan kawan-kawan memboyong pancingan ke tempat yang lebih menantang. Minggu 24 Februari 2013 sekira pukul 09.00 kami tiba di Lhok Mata Ie, Ujong Pancu, Aceh Besar. Perjalanan ke pantai indah ini tak mudah, "Berbicara lhok mata ie, berarti kita harus mendaki gunung untuk sampai kesini." Kata Helmi di sela-sela sedang memancing, ia dan baru pertama kali ke pantai ini. Sedangkan saya sendiri ini yang kedua kalinya.
Perjalanan pertama pada Mei 2012, bukan memancing, melainkan ingin membuktikan obrolan warung kopi yang katanya ada pantai elok di ujung Sumatera. Ternyata benar adanya, "Pantai yang luar biasa, ini seperti secuil pesona Sabang dengan pantainya yang eksotik, riak air tenang, pasir putih, kilaunya warna laut, telah membayar kelelahan saya saat mendaki gunung." Kagum Helmi pada pesona view Lhok Mata Ie. Lupakan sejenak pesona itu, kali ini mari berburu ikan, tentu untuk yang suka memancing saja.
Seperti diinginkan, kedatangan Saya, Helmi, Muklis, Pipin, Adam, Tofu, dan Iyan disambut cuaca cerah. Dibeberapa sudut bibir pantai yang berbatu, sudah ada yang duluan sibuk dengan pancingan. Perawakan yang muda, mereka tampak seperti mahasiswa yang sedang berlibur, saya menduga mereka sempat menginap, sebab tak jauh dari mereka ada sebuah kemah berwarna biru, tersangkut pakaian basah, di samping kemah juga ada bekas api unggun.
Kami memilih tempat disudut kanan, kami berjalan sejauh 200 meter di atas bantaran bebatuan bibir pantai. Tempat yang kami jadikan pos ini, tampak hamparan birunya laut, nun jauh disana tampak beberapa pulau-pulau kecil yang berpasir putih. Deru angin, benturan ombak saat menjilat bebatuan menjadi suara yang menambah semangat untuk bergegas menyiapkan pancingan. Berumpan udang yang masih hidup, Mukhlis orang pertama yang mendapati ikan Bayan cantik berwarna biru.
Ikan kedua, ketiga, lagi-lagi terjerat dimata pancingan Mukhlis, ia emang lihai dalam memancing, sebagian hidupnya dihabiskan sebagai awak nelayan yang berburu ikan hingga berminggu di lautan lepas. Beberapa menit kemudian, giliran mata pancingan Adam dikejutkan ikan Kerapu, straight!. Di susul Pipin Tofu dan Iyan. Sedangkan Helmi yang lumayan jago dalam memancing, kali ini masih kurang beruntung, Lhok Mata Ie belum menjadi tuah untuknya. Saya sendiri sibuk menenteng Nikon Coolpix 16 MP mengabadikan momen mereka memancing.
Usai jepret, saya mulai mencari peruntungan, umpan pertama saya gagal, air yang jernih menampakkan seekor ikan berwarna hijau yang sedang mondar mandir, lumayan besar. Pipin sudah mencoba memancing ikan itu, namun masih gagal. Saya mencoba mancing lagi di tempat sama, di luar dugaan, ikan hijau itu tertarik umpan, straight! saya buru-buru menarik benang pancingan, ikan bayan berontak di mata pancingan, sedikit berat saya bergegas menarik ke darat, senang, puas, dan gila. Barangkali di sinilah salah satu kenikmatan memancing.
Ini tangkapan terbesar dan hebat selama saya memancing, Lhok Mata Ie luar biasa, tak hanya menyimpan keindahan tapi juga ikan-ikan yang siap memuaskan orang yang hobi memancing. Sekira pukul 03.00 kami menyudahi hari itu, ikan-ikan yang sudah dibersihkan Mukhlis kami panggang di bawah pohon bibir pantai. Hujan yang sempat mewarnai panggangan kami, tak membuat kami surut untuk akhirnya menikmati pesta santapan lezat yang tak pernah terlupakan. Dua jempol untuk Pipin dan Adam mereka layak bertanding di Master Chef RCTI.[]
Perjalanan pertama pada Mei 2012, bukan memancing, melainkan ingin membuktikan obrolan warung kopi yang katanya ada pantai elok di ujung Sumatera. Ternyata benar adanya, "Pantai yang luar biasa, ini seperti secuil pesona Sabang dengan pantainya yang eksotik, riak air tenang, pasir putih, kilaunya warna laut, telah membayar kelelahan saya saat mendaki gunung." Kagum Helmi pada pesona view Lhok Mata Ie. Lupakan sejenak pesona itu, kali ini mari berburu ikan, tentu untuk yang suka memancing saja.
Seperti diinginkan, kedatangan Saya, Helmi, Muklis, Pipin, Adam, Tofu, dan Iyan disambut cuaca cerah. Dibeberapa sudut bibir pantai yang berbatu, sudah ada yang duluan sibuk dengan pancingan. Perawakan yang muda, mereka tampak seperti mahasiswa yang sedang berlibur, saya menduga mereka sempat menginap, sebab tak jauh dari mereka ada sebuah kemah berwarna biru, tersangkut pakaian basah, di samping kemah juga ada bekas api unggun.
Kami memilih tempat disudut kanan, kami berjalan sejauh 200 meter di atas bantaran bebatuan bibir pantai. Tempat yang kami jadikan pos ini, tampak hamparan birunya laut, nun jauh disana tampak beberapa pulau-pulau kecil yang berpasir putih. Deru angin, benturan ombak saat menjilat bebatuan menjadi suara yang menambah semangat untuk bergegas menyiapkan pancingan. Berumpan udang yang masih hidup, Mukhlis orang pertama yang mendapati ikan Bayan cantik berwarna biru.
Ikan kedua, ketiga, lagi-lagi terjerat dimata pancingan Mukhlis, ia emang lihai dalam memancing, sebagian hidupnya dihabiskan sebagai awak nelayan yang berburu ikan hingga berminggu di lautan lepas. Beberapa menit kemudian, giliran mata pancingan Adam dikejutkan ikan Kerapu, straight!. Di susul Pipin Tofu dan Iyan. Sedangkan Helmi yang lumayan jago dalam memancing, kali ini masih kurang beruntung, Lhok Mata Ie belum menjadi tuah untuknya. Saya sendiri sibuk menenteng Nikon Coolpix 16 MP mengabadikan momen mereka memancing.
Usai jepret, saya mulai mencari peruntungan, umpan pertama saya gagal, air yang jernih menampakkan seekor ikan berwarna hijau yang sedang mondar mandir, lumayan besar. Pipin sudah mencoba memancing ikan itu, namun masih gagal. Saya mencoba mancing lagi di tempat sama, di luar dugaan, ikan hijau itu tertarik umpan, straight! saya buru-buru menarik benang pancingan, ikan bayan berontak di mata pancingan, sedikit berat saya bergegas menarik ke darat, senang, puas, dan gila. Barangkali di sinilah salah satu kenikmatan memancing.
Ini tangkapan terbesar dan hebat selama saya memancing, Lhok Mata Ie luar biasa, tak hanya menyimpan keindahan tapi juga ikan-ikan yang siap memuaskan orang yang hobi memancing. Sekira pukul 03.00 kami menyudahi hari itu, ikan-ikan yang sudah dibersihkan Mukhlis kami panggang di bawah pohon bibir pantai. Hujan yang sempat mewarnai panggangan kami, tak membuat kami surut untuk akhirnya menikmati pesta santapan lezat yang tak pernah terlupakan. Dua jempol untuk Pipin dan Adam mereka layak bertanding di Master Chef RCTI.[]