Melalui Lightning Network, Mengirim Rp1.000 dari Aceh ke Uganda

Sistem jaringan moneter dunia saat ini telah memasuki dinamika baru. Hal-hal yang tampak mustahil dilakukan sebelumnya, sekarang menjadi mungkin. Umat manusia, kini dapat mengirim dan menerima uang digital dengan nominal kecil dalam sekejap, berbiaya murah (bisa jadi gratis), dan tanpa perantara ke bentangan dunia terpencil manapun. Asalkan terhubung saluran teknologi komunikasi.

Ini bukan level Sabang-Merauke. Lebih dari itu, mengirim recehan skala global tanpa batas, dari Matangglumpangdua ke Bugiri di Uganda. Jika 5-10 digit keatas itu perkara mudah, ini recehan wak, 4 digit. Sekadar contoh, anda dapat berdonasi Rp1.000 (seribu rupiah) ke wilayah terpencil di benua Afrika secara instan. Hal yang mustahil dilakukan oleh sistem layanan keuangan lama seperti Visa, Mastercard, Paypal, SWIFT, Western Union, dan sebangsanya. Anda dianggap gila mengirim uang seribu perak melalui mereka.

Jikapun, katakanlah anda ingin menderma setidaknya 6 digit, Rp100.000 atau lebih banyak, barangkali Rp1.000 terlalu receh. Bertransaksi global melalui perantara pihak ketiga yang saya sebut tadi, dipastikan muncul persoalan lain yang bikin kesal. Uang sampai ke penerima butuh waktu lama, mungkin berhari-hari, belum lagi kepotong biaya kirim yang mahal. Bisa-bisa penerima hanya mendapat Rp90.000 saja. Anda hendak membantu rakyat Afrika, yang laba kok perusahaan Amerika?

Perkenalkan, layanan keuangan baru paling inovatif abad ini, bernama Lightning Network atau disingkat LN. Sebuah protokol transaksi mikro yang disokong jaringan utama Bitcoin. LN merupakan solusi skalabilitas yang tidak mungkin dilakukan di jaringan on-chain Bitcoin yang terkenal lambat. LN memungkinkan transaksi cepat unit terkecil Bitcoin, yang dinamakan Satoshi (disingkat Sats). 100.000.000 Satoshi mewakili 1 Bitcoin.

Sebentar dulu, ngeri-ngeri sedap menyebut Bitcoin, kebanyakan orang, termasuk anda, saya yakin akrab dengan Bitcoin. Sayangnya, hanya sebatas persoalan harga atau instrumen cepat kaya. Padahal jika memahami Bitcoin dari sisi teknologi, ada hal yang akan merubah cara berpikir tentang sistem keuangan. Setelah mempelajarinya setahun lebih, saya jadi tahu Bitcoin itu sebuah ide, alternatif sistem moneter digital yang baru untuk mencoba menggantikan sistem lama. Bukan untuk berspekulasi, yang miring ke praktik judi.

Sebagai pembuka, saya spill sedikit info perihal Bitcoin. Sistem jaringan utamanya sangat tidak mungkin bertransaksi instan, sebab butuh waktu 10 menit untuk setiap transaksi, agak lambat, tidak cocok untuk pembayaran tipis-tipis semisal membeli “bu prang” di warung kaki lima. Supaya lebih cepat bahkan hitungan detik, partisipan jaringan mengembangkan teknologi lapisan kedua di luar rantai utama Bitcoin, yaitu Lightning Network. Cara kerjanya secara teknis sulit dijelaskan, sebab perlu serangkaian istilah dan sistem teknologi yang akan mengernyitkan dahi anda.

Singkatnya, melalui jaringan Lightning Network inilah, transaksi recehan dengan Bitcoin, baik secara lokal maupun skala global dapat dilakukan dengan sangat cepat, bahkan dengan nominal paling kecil sekalipun, semisal Rp1.000, bahkan bisa lebih rendah lagi. Tak perlu lagi nunggu lama untuk membeli jajanan di pinggir jalan. Jaringan LN ini hanya berfungsi untuk transaksi menggunakan Bitcoin. Jika Bitcoin diumpamakan sebagai kereta api maka LN adalah relnya. Mata uang digital resmi milik negara manapun tidak berfungsi di jaringan LN.


Gambar di atas merupakan bukti nyata. Saya mengirim 291 Satoshi atau setara Rp1.000 dari aplikasi LN saya ke alamat tujuan dorphansofuganda@8333.mobi, pengguna LN di Bugiri, Uganda. Saya berdonasi untuk biaya operasi tumor otak yang diderita Isma, nama pengurus anak yatim piatu di sebuah panti asuhan di sana. Sekadar info, sejumlah wilayah di benua Afrika bertransaksi dengan Bitcoin tidak dilarang. Afrika Tengah bahkan mengesahkan Bitcoin sebagai legal tender, mengikuti jejak El Salvador. Di Indonesia, posisi Bitcoin hanya sebagai komoditas, haram jual-beli menggunakan Bitcoin.

Terlepas berapapun jumlah nominalnya, donasi yang saya lakukan itu, mengirim Satoshi (pecahan Bitcoin) dari Aceh ke Uganda, berlangsung sangat cepat, dalam hitungan detik, hanya kalah dengan kedipan mata. Hal yang tidak mampu dilakukan oleh sistem layanan keuangan lama pihak ketiga seperti jaringan Bank, Visa, Paypal, Wise dan lain semacamnya. Disandingkan dengan LN mereka tampak usang dan ketinggalan zaman.

Jika anda jernih melihat kegunaan teknologi Bitcoin dan Lightning Network, atau setidaknya punya rasa ingin tahu, maka tak berlebihan menyebut sistem rancangan awal mula Satoshi Nakamoto ini sedang merevolusi sistem keuangan yang lebih baik. Akses keuangan di sudut terpencil dunia manapun kini dapat terbuka lebar, terlaksana dengan cepat, mudah, dan berbiaya murah.

Perusahaan pengeruk laba di sektor layanan keuangan patut was-was, bukan tak mungkin sistem layanan kuno mereka akan jadi tak berguna, terancam diambil alih oleh sistem revolusioner yang dibawa Bitcoin. Ngirim seribu perak perkara enteng, skala global pula. Teknologi mana yang mampu seperti itu? Karena inilah, pihak ketiga yang kanotbu-nya terganggu, tak segan menabuh genderang untuk ‘berperang’ melawan Bitcoin dan Lightning Network. Berita negatif disebarkan melalui media dengan segala wacana agar Bitcoin tampak buruk belaka.

Lightning Network mulai diadopsi global

Sebagai sebuah protokol, Lightning Network dapat diterapkan oleh siapapun dan dikawinkan dengan aplikasi bergenre apapun, beberapa contoh seperti media sosial (Nostr), media berita (Bitcoin Magazine), game (Zebedee), podcast (Fountain) dan sistem finansial seperti yang dilakukan Jack Mallers dengan Strike. Sebuah aplikasi layanan keuangan yang beroperasi di Amerika Serikat, Argentina dan El Salvador. Di daerah kita sejenis Gopay, LinkAja, Dana, dan sebangsanya.

Bedanya, Strike menggunakan jaringan Lightning Network sebagai saluran pengiriman uang digital. Ketika transaksi dilakukan, Strike terlebih dulu mengkonversi mata uang resmi (USD) menjadi Bitcoin. Disinilah tugas LN berfungsi mengirim Bitcoin ke penerima. Dengan cara ini, Strike lebih maju satu langkah menjangkau sudut dunia dengan pembayaran mikro, alih-alih menggunakan jaringan keuangan lama, yang menurut Jack Mallers, disebutnya sebagai “sistem yang rusak.” – businesswire.com

Untuk mewujudkan transaksi skala semesta, Strike menghubungkan rel LN lewat cara bermitra dengan aplikasi lain di negara penerima yang sama-sama mendukung LN. Baru-baru ini Strike terhubung dengan Pouch, aplikasi keuangan digital di Philipina yang juga mengadopsi LN. Sebelumnya, Strike sudah duluan menjalin hubungan dengan Bitnob, aplikasi LN lainnya di Kenya, Nigeria, dan Ghana.

Bayangkan jika seluruh negara punya rel Lightning Network. Mau jadi apa Bank dan Aplikasi keuangan lama yang kuno dan ribet itu? Dengan LN, mengirim uang semudah mengirim email. Seperti yang saya lakukan, mengirim Rp1.000 dari Aceh ke Uganda. Transaksi cepat langsung ke penerima bersangkutan, tanpa perlu perantara lembaga donasi semacam ACT dan lainnya. Apalagi perantara semacam ACT dikabarkan sarat masalah, kepercayaannya sudah diragukan.

Wacana-wacana perihal Bitcoin dan Lightning Network, saya rasa perlu tempat khusus untuk siapa saja yang mau mempelajarinya. Ada banyak hal-hal lain terkait teknis yang perlu dipelajari dan dibahas secara mendalam, tidak cukup hanya secuil di atas permukaan seperti artikel ini saja. Saya hanya mencoba mengenalkan Bitcoin dari sisi teknologi yang tidak banyak orang membahasnya. Orang-orang seperti Jack Mallers melihat Bitcoin sebagai solusi, bukan hanya untuk diri sendiri tapi untuk kemaslahatan kemanusiaan.


Popular posts from this blog

Keren! Cewek Aceh Nyanyi Hip Hop

Ikan Sebelah, Makanan Sisa Nabi Musa

Momen Simpang Mulieng