Transaksi Non Tunai, Kompasiana dan Live Tweet


Selfie Usai Nangkring Gerakan Nasional Non Tunai. Foto facebook.com/junantoherdiawan

MATA saya masih berat ketika dibangunkan deringan alarm pada pukul 08.25 WIB. Alarm sengaja saya atur malam sebelumnya, bersebab Sabtu, 25 April 2015 pagi itu, saya berencana menghadiri acara Nangkring Kompasiana Bersama Bank Indonesia, bertema Gerakan Nasional Non Tunai. Saat kepala sedang pusing dan tidur yang belum tercukupi, saya sempat berpikir, antara kembali menarik selimut atau mengambil pengalaman baru hari itu.

Saya putuskan bergegas ke kamar mandi, berpakaian dengan sedikit wewangian, bersepatu, kemudian berkendara ke jalan Cut Meutia No.15 Kota Banda Aceh, di mana gedung Bank Indonesia berarsitektur peninggalan belanda berdiri. Di gerbang masuk saya berpapasan dengan Fahry July rekan blogger. Beberapa satpam yang bertugas di pintu gerbang, satu diantaranya bertanya kami berasal dari mana, “Kami kompasianer, hendak mengikuti acara kompasiana” jawab Fahry. Lalu di tempat parkir seorang satpam lainnya mewawancarai hal sama dan jawaban yang sama disebutkan Fahry.

Selesai bertanya satpam mengarahkan kami di pintu masuk yang berada di arah selatan sisi gedung. Di depan pintu masuk seorang satpam lainnya mengarahkan kami menaiki tangga menuju lantai dua. Saya sempat jengkel dengan banyaknya satpam dan polisi yang berjaga, acara yang akan berlangsung sederhana, saya pikir tak perlu penjagaan ketat seperti kedatangan seorang menteri. Toh, yang hadir kalangan mahasiswa atau penulis yang sudah tak asing kompasianer dan blogger. Bukan orang asing, apalagi teroris.

Menaiki tangga kami berjalan melewati lorong gedung, di ujung beberapa peserta yang udah duluan hadir sedang mengetik di keyboard laptop yang berada di sebuah meja, sebelahnya ada seorang wanita berpakaian serba biru, wajah putih mulus. Saya menghampiri menambah antrian mengisi beberapa dokumen. Sambil mengantri, saya melihat kedatangan beberapa kawan yang familiar, Muhadzier Maop, kami beradu pandang, lalu saling balas senyum.

Usai registrasi kami di beri bingkisan berupa map transparan. Ada sebuah kaos, modul acara, dan sehelai stiker berlogo kompasiana.com. Lantas saya segera mengintip kaos berwarna kehitaman itu, tertera ukuran L, terpaksa kaos ini bakal saya hadiahi ke orang lain, perawakan tubuh saya yang pendek hanya cocok berukuran S, ukuran L bagai memakai karung goni ke tubuh saya. Hehe. Ketika berasa jadi orang pendek, disitu saya merasa sedih. :(.

Selesai registrasi, kami masuk ke aula tempat acara berlangsung yang berada di sisi kiri lantai dua. Ruangan cukup menampung seratusan peserta, hawa dingin menyeruap ada pendingin di sisi samping ruangan. Tempat duduk yang disediakan sudah diisi beberapa peserta, saya memilih tempat arah depan sebelah kiri, disana sudah hadir Herman RN, kompasianer yang juga teman yang saya kenal sewaktu seatap di Harian Aceh. Arah depan ruangan, backdrop besar terpampang jelas, bertulis Nangkring Kompasiana, Gerakan Nasional Non Tunai dengan ukuran font yang mencolok di padu warna biru khas Kompasiana.

Acara dimulai, seorang pembawa acara muncul dengan pengeras suara memberi sambutan, ia mengapreasi kehadiran kompasianer dan beberapa penerima Beasiswa Bank Indonesia (Genbi), lalu menjelaskan skema acara yang akan berlangsung, termasuk penyebutan lomba live tweet selama acara berjalan, “Peserta harus menulis testimonial acara hari ini, tentang apa saja yang terkait dengan acara ini di twitter dengan hastag #nangkring dan #SaatnyaNonTunai” kata lelaki berkacamata tersebut. Lima pemenang yang akan diumumkan pada puncak acara nantinya, bakal mendapatkan sebuah kartu uang elektronik.

Mendengar lomba sederhana ini membuat saya bersemangat berkicau, setidaknya ketika berhadir disini, saya berkesempatan mendapatkan sesuatu untuk saya bawa pulang. Bermodal ponsel buatan Korea Selatan, daya baterai seadanya, saya mulai berkicau serajin mungkin, tentang apa saja yang terlintas dipikiran. Yang jelas saya punya sedikit keyakinan akan keluar sebagai salah satu pemenang. Harus optimis memang. Hehe

Sejenak kemudian, pembawa acara mempersilahkan COO Kompasiana.com Pepih Nugraha memberi sambutan, baginya Aceh sudah akrab, semasa menjadi jurnalis Pepih sering mengunjungi Aceh untuk liputan, ia juga menyukai kopi sanger di Solong. Menurutnya transaksi Non Tunai bakal membuat uang kertas dan uang koin akan menjadi barang kuno dan tidak gaul. "Saya berharap pembelian batu giok di Aceh bisa dilakukan dengan Non Tunai, sekali gesek" ujarnya.

Selanjutnya giliran Kepala BI Perwakilan Aceh Zulfan Nukman yang berbicara, menurutnya acara nangkring non tunai tersebut tepat diadakan di Aceh. Hal ini seiring dengan keinginan BI perwakilan Aceh untuk memperkenalnya transaksi Non Tunai. BI berupaya mengubah pola pikir masyarakat agar terbiasa melakukan transaksi Non Tunai tentunya dengan pedampingan agar masyarakat tidak bingung nantinya.

Ada yang menarik saat Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan memberi sambutan, menurutnya geliat Non Tunai sudah ada di Aceh, ia mencontohkan saat membeli batu giok di Aceh, ia yang tak punya uang tunai terkejut dengan penjual yang mengatakan tidak ada masalah, "kami juga menyediakan transaksi non tunai" ujar Junanto meniru percakapan penjual batu giok tersebut. Junanto juga mengatakan transaksi non tunai itu lebih aman dan mudah digunakan. Baginya penggunaan uang elektronik bagian menuju masa depan begitu juga blog.

Usai Junanto bersuara, acara di meriahkan pementasan tari Saman Gayo oleh Sanggar Cit Ka Geunta. Penonton terkagum dengan tari yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda di Bali, 24 November 2011 lalu. Tak lupa tepuk tangan bergemuruh seisi ruangan ketika seni yang sarat makna ini usai dipentaskan. Menurut saya acara non tunai ini menarik, mengawinkan budaya dan ekonomi, dua hal yang harus ada untuk kemajuan sebuah bangsa.

Pementasan Saman usai, acara dihentikan sejenak, peserta disuguhi beberapa jenis penganan yang sudah di sediakan dibagian ruang lain gedung BI Aceh. Peserta terlihat antusias sambil meninggalkan tempat beberapa peserta terlihat berfoto selfie. Uniknya kata Non Tunai hari itu menjadi bahan candaan yang membuat mulut menyungging senyum, beberapa peserta berkicau di twitter seperti lelucon nikah dengan mahar non tunai, ngopi non tunai.

Setelah pesta timphan dan ngopi sealakadar, acara kembali berlanjut di Aula, tampak depan panggung di atur beberapa kursi, setir acara kali ini dialihkan pembawa acara kepada Iskandar Zulkarnain, salah satu pentolan kompasiana ini ditunjuk menjadi moderator diskusi yang menjadi puncak acara. Pria yang akrab dipanggil Isjet menceritakan soal kopi Aceh yang membuat ia melek sehingga sulit tidur. Ia juga menyampaikan, Aceh kedepan nantinya semoga menjadi salah satu pionir transaksi non tunai.

Pemateri dihadirkan empat orang, yakti Susi dari Layanan Keuangan Digital (LKD), Tama dari APSI, Refi dari BI dan Munandar dari BI yang juga tercatat sebagai kompasianer. Pemateri menjelaskan konsep transaksi instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) dalam melakukan transaksi geliat ekonomi secara lebih mendetail. Saya yang sedari dari datang dengan pemahaman yang bingung dengan transaksi non tunai, akhirnya tercurahkan saat empat pemateri ini menyampaikan materinya masing-masing dengan penjelasan yang cukup baik.

Ada beberapa hal yang saya pahami tentang penggunaan transaksi non tunai yang disampaikan oleh pemateri tersebut. Pertama, transaksi yang dilakukan menggunakan kartu uang elektronik berwujud fisik seperti ATM. Kedua, menggunakan transaksi non tunai menggunakan ponsel.

Penggunaan transaksi dengan uang elektronik bisa didapatkan pada Bank yang sudah tersedia, seperti Bank Mandiri (e-cash), BCA, BRI (brizzi), dan BNI. Masyarakat yang ingin memiliki uang elektronik bisa langsung mengunjungi bank tersebut. Layanan ini bisa di dapatkan dengan terdaftar sebagai nasabah ataupun tidak. Minimal saldo yang dapat di isi dengan tunai terlebih dulu sebesar Rp20.000 dan maksimal Rp1.000.000. Dalam penggunaannya kartu uang elektronik tersebut tidak dikenakan potongan biaya bulanan, dan transaksi bisa dilakukan sampai 0 rupiah, artinya tidak ada saldo dengan jumlah tertentu yang wajib mengendap. Hal ini berbanding balik dengan kartu ATM. Sangat efisien bukan?

Nah, ketika e-money yang sudah disaldokan, berbelanja kian mudah, dengan adanya uang elektronik pembeli yang sebelumnya tidak mengantongi uang tunai, tidak perlu singgah ke ATM, dapat langsung bertransaksi di merchant yang menyediakan layanan e-money tersebut. Di Aceh, biasanya ketersediaan layanan ini ditandai dengan adanya logo-logo bank layanan dimaksud yang dipasang di pamflet depan toko, atau di pintu masuk merchant. Ketika saldo sudah kosong, pengguna kartu e-money dapat mengisi ulang di bank yang sudah terdaftar sebelumnya.

Berbeda dengan kartu, uang elektronik menggunakan ponsel didapatkan dengan mengunjungi agen Layanan Keuangan Digital (LKD) bukan layanan bank. Menurut situs www.bi.go.id, LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik. LKD mirip layanan pengisian pulsa yang mudah ditemukan di toko-toko kelontong.

Cara mendapatkannya, masyarakat dapat mengunjungi toko/kios yang sudah ditunjuk secara khusus oleh Bank Indonesia sebagai LKD resmi. Masyarakat yang ingin menggunakan uang elektronik melalui ponsel dapat mendaftarkan pada agen LKD yang bersertifikat dengan setor tunai terlebih dahulu. Saat pendaftaran pengguna e-money via ponsel tidak dikenanakan biaya administrasi, pengguna akan mendapatkan nomor pin untuk keamanan saat transaksi nantinya. Uang elektronik menggunakan ponsel mempunyai beberapa fitur. Diantaranya, dapat melakukan cek saldo, transfer dana, pembelian dan pembayaran.

Soal keamanan, kartu uang elektronik menggunakan teknologi chip-based (transaksi offline) yang ditanamkan dalam kartu, saldo yang sudah ada juga disimpan dalam chip tersebut. Teknologi chip sangat aman dari ulah kejahatan. “Teknologi chip belum mampu dibobol, terlindung dari peretasan” ujar Refi, salah satu pemateri perwakilan Bank Indonesia pusat. Sedangkan uang elektronik via ponsel menggunakan teknologi server-based (transaksi online) uangnya disimpan diserver layanan telekomunikasi seperti Telkomsel, XL dan Indosat, sehingga aman dan nyaman.
Sayangnya kemudahan penggunan uang elektronik ini tidak bisa dilakukan diluar negeri. Namun, bukan tidak mungkin untuk diwujudkan, pihak Bank Indonesia masih mengkaji kelemahan dan kerugian agar nantinya uang elektronik bisa digunakan di luar negeri. “E-money hanya berlaku transaksi domestik, kita masih mengkaji regulasi perlindungan konsumen terlebih dahulu dengan negara lain.” Ujar Refi.

Menariknya, penggunaan kartu e-money maupun ponsel e-money tidak kadaluarsa dalam arti tidak ada matinya. Hehe. Konsep uang elektronik ini mengubah transaksi tunai menjadi non tunai berbekal sebuah kartu ataupun ponsel. Bayangkan kemana-mana membawa uang yang banyak di dompet, selain tebal hal ini juga membuat tidak nyaman. Apalagi ketika berbelanja di hadapkan pada kerap tidaknya uang recehan kembalian sama penjual. Dengan kartu e-money pembayaran ketika berbelanja hanya melakukan gesekan kartu pada mesin yang telah tersedia di kasir merchant. Sederhana, cepat dan tak bikin ribet.

Setelah penjelasan materi oleh materi, Isjet yang ditunjuk menjadi moderator menawarkan pertanyaan kepada peserta yang hadir, setiap peserta yang bertanya akan di hadiahi sebuah kartu uang elektronik. Sesi pertama ada empat orang yang unjuk tangan, tak ketinggalan salah satunya kawan akrab saya Taufik Almubarak juga bertanya. Taufik mengkhawatirkan penggunaan e-money yang tidak bisa digunakan di wilayah pedalaman, sebab di kampung-kampung tidak ada penjual yang menyediakan layanan e-money. “Seperti kita ketahui jaringan komunikasi di pedalaman kerap putus bahkan tidak ada sama sekali.” beber Taufik.

Refi dari Bank Indonesia pusat, menjawab pertanyaan blogger asalj Pidie tersebut. Menurut Refi, Bank BI masih berusaha untuk mewujudkan transaksi e-money di seluruh pelosok Aceh khususnya dan seluruh Indonesia umumnya. Menurutnya penggunaan e-money di Indonesia baru diterapkan pada 2007. Oleh karena itu e-money terus disosialisasikan di daerah terisolir dengan penambahan dukungan teknis yang diperlukan. “Bank Indonesia selama 4-5 tahun kedepan menyakini transaksi non tunai akan mewabah di Indonesia, kita akan menggandeng berbagai pihak untuk mewujudkannya.” Jawab Refi.

Setelah sesi tanya jawab, Isjet yang bertindak sebagai moderator undur diri, setir acara dikembalikan kepada pembawa acara. Nah ini yang paling saya tunggu, pengumuman lima pemenang livetweet nangkring saatnya nontunai. Jujur jantung saya berdetak sedikit lebih kencang, agak gugup. Pembawa acara menyebut akun @efmg yang pertama, akun yang dimiliki oleh Fakhrurradzie Gade ini termasuk teman saya juga, bahkan kami duduk bersebelahan selama acara berlangsung. Akun @syukritakengon disebut yang kedua. Dan ketiga giliran akun saya @zulhamyusuf yang diumumkan pembawa acara.

Mendengar nama saya diumumkan, beberapa teman tertawa kegirangan, sebenarnya saya mau melakukan selebrasi ke pinggir ruangan, seperti ronaldo meluncur dengan dengkul sambil merentangkan tangan lebar-lebar, mulut komat kamit, atau selebrasi salto ala Klose si pemain jerman. Wah kalau saya yang salto kepala yang nancap di lantai, duh bakal berakhir tragis nantinya. Karena masih waras hal itu tak saya lakukan, lagipula menang livetweet biasa saja, tak perlu heboh-heboh amat. Hehe. Dua peserta lain yang menang livetweet tidak saya kenal. Lalu saya berdiri di depan seratusan peserta lainnya, menerima hadiah dari Kepala BI Aceh Zulfan Nukman berupa kartu Kompasiana Flazz.

Saya menerima hadiah menang live tweet.

Sebuah prestasi yang tak perlu terlalu dibanggakan, sebab livetweet hari itu merupakan event yang tidak menjanjikan hadiah besar. Apalagi livetweet di nangkring nontunai tersebut, tidak semua peserta mengikuti lomba kicauan 140 kata itu. Namun saya dapat mengintip di timeline twitter, ada beberapa teman ‘aktivis’ twitter, tentu saya kenali dan saling follow back, sangat giat berkicau dengan tagar #nangkring dan #SaatnyaNonTunai. Sempat merasa bersaing dengan kawan hebat-hebat saya itu, hehe. Keluar sebagai salah satu pemenang livetweet, membuat saya patut bergembira, sebab jarang-jarang saya memenangkan sebuah kompetisi, baik yang berskala besar ataupun skala kecil.

Nah, apa jadinya jika pagi itu saya memutuskan menarik selimut dan berharap terlelap kembali?, rugi dan sudah tentu kecewa ketika mendengar atau melihat foto keseruan acara dari mulut kawan-kawan nantinya. Alhamdulillah saya berhadir dan mendapat ilmu tentang geliat ekonomi, soal tranksaksi non tunai yang serba mudah dan menguntungkan, ditambah pengalaman seru bersama kawan-kawan blogger kompasiana, apalagi saya selalu berharap dapat menatap langsung wajah COO kompasiana Pepih Nugraha, tulisannya selalu saya kagumi, hari itu terwujudkan, walau tidak saling menatap muka dan mengurai sedikit obrolan. Terimakasih Kompasiana, terimakasih Bank Indonesia. Saya yakin Aceh menuju transaksi Non Tunai.[]

Popular posts from this blog

Ikan Sebelah, Makanan Sisa Nabi Musa